Reporter: Mutiara Nur Shafira Aryandhini
Seringkali kita merasa khawatir dengan apa yang terjadi pada diri kita. Merasa cemas, suasana hati yang mudah berubah-ubah, hingga sedih yang berlarut-larut. Informasi yang belum diperdalam kerap digeneralisasi sehingga perasaan yang ada dalam diri kita disangkut-pautkan dengan gangguan mental yang memang umum terjadi. Meski begitu, perlu adanya proses lebih lanjut untuk memastikan hal tersebut.
Era modern seperti saat ini, di mana informasi dapat dengan mudah kita dapatkan, justru memperburuk hal tersebut. Ketika sesuatu terjadi pada diri kita, lantas kita berselancar di internet untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Padahal, hal tersebut sangatlah berbahaya lho. Mengapa?
Misalnya, ketika seseorang merasa dadanya sesak, ia kemudian melakukan browsing. Kemudian menemukan penyakit-penyakit berat yang memungkinkan terjadi padanya, seperti radang paru-paru, asma, hingga serangan jantung. Padahal, sesak yang dialaminya mungkin bukanlah penyakit berat seperti yang dikatakan dalam internet. Hal ini dapat menyebabkan panik berlebih yang kemudian, membuat label bahwa dirinya memiliki penyakit berat.
Kondisi tersebut dinamakan dengan self diagnose. Kondisi ini terjadi ketika seseorang melabeli dirinya memiliki suatu penyakit atau gangguan berdasarkan apa yang ia dapatkan secara mandiri, seperti dari pengalaman orang lain atau dari internet dan tidak melalui ahlinya. Selain pada penyakit fisik seperti contoh di atas, self diagnose juga sering terjadi pada seseorang yang ‘terkena’ gangguan mental, seperti gangguan kecemasan, gangguan panik, ADHD, gangguan bipolar, hingga depresi.
Gangguan mental merupakan gangguan yang terjadi pada suasana hati, pola berpikir, hingga tingkah laku. Kesadaran mengenai gangguan mental di masyarakat memang masih rendah. Hal itu membuat beberapa pihak membuat informasi-informasi mengenai gejala atau tanda dari suatu gangguan mental dan diletakkan secara bebas di internet. Tujuannya agar masyarakat dapat mengenali tanda-tanda dari gangguan mental yang kerap kali tidak disadari. Namun, ketika seseorang memiliki kesadaran atas dirinya sendiri mengenai suatu gangguan, informasi yang tersebar mengenai tanda-tanda gangguan mental tersebut dapat berubah menjadi baik. Hal itu dapat membuat orang tersebut pergi ke ahlinya, seperti psikolog dan psikiater. Sehingga, akan mendapatkan diagnosis yang dapat dipertanggungjawabkan.
Self diagnose memang memiliki pengaruh yang baik dan buruk, meski begitu untuk hasil yang baik dan pasti, lebih baik untuk pergi menemui psikolog maupun psikiater untuk menghindari bahayanya self diagnose.