Shadow

Pasca Penandatanganan AFTA, Pemerintah Harus Tingkatkan Pelayanan Kesehatan Indonesia

 

Klik Banjarmasin – Pasca ditandatanganinya perjanjian kerja sama ASEAN Free Trade Area (AFTA) pada tahun 1992, kini transaksi antarnegara kawasan Asia Tenggara semakin mudah, di mana produk dan pekerja dari suatu negara dapat dengan mudah masuk ke negara lain, termasuk Indonesia.

Salah satu yang menjadi perhatian saat ini adalah pada sektor kesehatan. Diharapkan, Pemerintah, baik pusat maupun daerah, dapat menerapkan kebijakan-kebijakan yang mendukung peningkatan kapasitas ahli kesehatan di Tanah Air agar dapat bersaing dengan ahli kesehatan asing.

Demikian disampaikan Pengamat Kesehatan Muhammad Rudiansyah dalam Diskusi Media Forum Merdeka Barat (FMB) 9 dengan tema “Terobosan dan Sinergi Layanan Dasar di Kalimantan Selatan”, bertempat di Gedung Mahligai Pancasila, Kantor Gubernur Kalimantan Selatan, Banjarmasin, Rabu (6/3/2019).

“Di AFTA ini nanti permasalahan kesehatan saat ini masih menjadi perkecualian. Tapi di Januari 2020 kita tidak bisa lagi menutup diri lagi. Kita akan bersaing dengan para doker, ahli kesehatan seperti perawat, bidan dari luar (Indonesia),” ujarnya.

Lebih lanjut Rudiansyah mencontohkan bahwa di Filipina hampir ribuan dokter yang menganggur dan mereka melihat peluang di Indonesia sangat besar. Sementara, di Tanah Air banyak perawat yang masih mencari pekerjaan dan dokter spesialis menolak untuk ditempatkan di beberapa kabupaten karena fasilitas kesehatan yang belum memadai.

“Dengan adanya AFTA seperti ini kita harus hati-hati. Desa-desa kosong (ahli kesehatan) akan dimasuki teman-teman dari luar (Indonesia) sehingga kita tersisihkan. Itu yang harus kita jaga agar menjadi tuan rumah di negara sendiri. Ini salah satu PR (Pekerjaan Rumah) kita semua,” kata dia.

Kendati demikian, Rudiansyah pada kesempatan tersebut juga mengapresiasi langkah Pemerintah yang telah menerapkan sistem baru dalam pendidikan kedokteran di Indonesia, yaitu sistem pendidikan berbasis kompetensi.

Menurutnya, sistem ini cukup bagus karena memang hampir di semua negara di dunia sudah menerapkan sistem tersebut, di mana nantinya dokter yang tersedia sesuai kebutuhan masyarakat dan sesuai kompetensinya.

“Kita harap bahwa dengan adanya era globalisasi ini, kita tidak jadi termarjinalisasi di mana negara manapun bisa masuk. Saya harap pemerintah pusat dan daerah punya regulasi tersebut, bagaimana menyaring dokter asing masuk sini, dan yang benar-benar masuk pun ada syarat-syarat tertentu,” tandasnya.

Turut hadir dalam FMB 9 kali ini antara lain Deputi Bidang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan dan Perlindungan Sosial Kemenko PMK Tubagus Achmad Choesni, Staf Ahli Menteri Bidang Aksesbilitas Sosial Kemensos Marjuki, dan Kepala Bappeda Provinsi Kalimantan Selatan Nurul fajar Desira.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *