Shadow

Menag Sinergikan Agama dan Budaya

Klik Bantul – Sarasehan Reaktualisasi Relasi Agama dan Budaya menghasilkan Permufakatan Yogyakarta. Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menyambut baik hasil rumusan bersama tersebut.
Menurutnya, dalam konteks berbangsa dan bernegara, budaya dan agama sejatinya merupakan dua hal yang tidak perlu dipertentangkan. “Pengembangan budaya di Indonesia sudah seharusnya menghargai nilai-nilai prinsipil dalam agama, dan sebaliknya pengembangan agama juga tidak semestinya mengakibatkan hancurnya keragaman budaya, tradisi, dan adat istiadat di Indonesia,” jelas Menag saat memberikan keterangan pers usai menutup Sarasehan di Bantul, Sabtu (03/11).
Dikatakan Menag, agama dan budaya selama ini telah berkembang secara harmonis dalam perjalanan sejarah panjang bangsa Indonesia. Keduanya telah bersama-sama mewariskan nilai, norma, dan etika yang terbukti berhasil mempersatukan keragaman masyarakat Indonesia yang sangat beragam.
Menag mengajak semua pihak untuk menghindari sikap membenturkan nilai dan norma agama dengan keragaman budaya Indonesia. Sebab, hal itu dapat merusak modal sosial dan modal kultural yang telah menjadi fondasi bangsa dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.
“Pemerintah akan terus berupaya menghadirkan pendidikan agama dan budaya yang mampu menghasilkan ‘anak Indonesia’ yang memiliki keyakinan bersama bahwa keragaman adalah anugerah Tuhan Yang Mahakuasa,” tuturnya.
“Permufakatan Yogyakarta yang dirumuskan budayawan dan agamawan ini akan menjadi perhatian serius bagi pemerintah,” tandasnya.
Menag mencatat ada tujuh catatan terkait Permufakatan Yogyakarta yang akan menjadi perhatian pemerintah, yaitu:
1) menyatakan prihatin atas terjadinya gesekan di kalangan masyarakat terkait budaya dan agama;
2) menyerukan kepada para tokoh agama untuk menanamkan kesadaran kepada masyarakat bahwa tujuan akhir dari ajaran agama adalah untuk membentuk akhlak mulia, yang dengannya masyarakat berinteraksi sosial secara tertib, toleran, saling menghormati satu dengan lainnya, berperilaku sabar dan menahan diri, serta bersyukur atas anugerah keragaman bangsa Indonesia;
3) menyerukan kepada para tokoh budaya untuk terus mengembangkan produk-produk kebudayaan yang menghargai karakter dasar masyarakat Indonesia yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai relijiusitas.
4) mendorong pemerintah untuk mengembangkan model pendidikan yang dapat menciptakan jembatan antara relijiusitas, nasionalitas, dan etnisitas bangsa Indonesia;
5) mendorong pemerintah agar menjadikan karya seni, karya sastra relijiusitas, serta artefak-artefak kebudayaan lokal sebagai bagian dari kurikulum pendidikan dalam rangka membentuk kebanggaan atas identitas keragamaan dan kebudayaan bangsa Indonesia.
6) mendorong pemerintah dan para penyelenggara pendidikan untuk secara sistematis dan berkelanjutan menanamkan ajaran-ajaran moral dasar khususnya bagi anak-anak dan generasi muda tentang nilai kerjasama, tanggungjawab, kejujuran, disiplin, mandiri, dan ajaran untuk tidak menerima sesuatu yang bukan haknya.
7) menyerukan kepada semua pihak agar melakukan internalisasi nilai dan moral agama secara substantif, menghindari pemikiran diskriminatif terhadap tafsir keagamaan lain, menyadari bahwa keragaman adalah takdir dan anugerah Tuhan kepada bangsa Indonesia, serta menjadikan spiritualitas sebagai basis kemanusiaan dan kebudayaan yang otentik. (Les)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *