Klik Jakarta – Setelah mengudara selama 13 menit, Senin (29/10) pukul 6.33 WIB, Pesawat JT 610 dipastikan jatuh di area perairan kerawang. Prof. Dwikorita Karnawati, Kepala BMKG, menginformasikan bahwa tidak ada pengaruh cuaca yang significant ketika terjadinya kejadian.
Pesawat take-off hingga pada ketinggian 10.000 – 14.000 kaki dalam kondisi cuaca yang baik, tidak ada awan cumulonimbus (CB) atau kita kenal sebagai awan badai, kecepatan angin hanya 5 knots berarah barat daya.
Ada dua hal yg bisa disoroti dari peristiwa ini. Pertama, hal yg bersifat urgent, yakni pelaksanaan evakuasi. Kedua, evaluasi atas jaminan keselamatan penerbangan yg semestinya dipenuhi agar tdk terjadi lagi kecelakaan pesawat terbang di tanah air.
Pertama, terkait dgn pelaksanaan evakuasi pesawat dan korban.Perairan tempat jatuhnya pesawat merupakan perairan dangkal berbentuk paparan laut (shelf), tepatnya berada pada koordinat S 5’40.052″ dan E 107’06.628″.Lokasi jatuhnya pesawat berdekatan dengan fasilitas migas di Laut Jawa, yakni platform sumur MXD (Mike Xray Delta) & MXB (Mike Xray Bravo).
Atas dasar informasi tsb maka terdapat kemungkinan bahwa kondisi dasar laut didominasi oleh sedimen berukuran clay (lumpur) yang dibawa oleh aliran S. Citarum sehingga kemungkinan besar dasar laut didominasi oleh lumpur.Keterdapatan lumpur tentunya akan menjadi kendala dalam proses evakuasi, terutama identifikasi secara visual, air akan mudah keruh.
Berbeda dengan tenggelamnya KM Sinar Bangun di Danau Toba tempo lalu, di mana Basarnas menggunakan ROV (Remotely Operated Vehicle) dengan kamera yang kemudian mengirimkan informasi visual dengan cukup jelas karena kondisi perairan danau yang tenang dan sedimen lumpur yang tidak dominan.
Cara kerja sonar dalam memetakan kondisi bawah laut. Gelombang dipancarkan dan akan dipantulkan oleh obyek yang kemudian akan kembali diterima oleh receiver.
Namun, proses pencarian dan evakuasi tentu tak hanya mengandalkan pandangan mata saja. Pencarian dapat menggunakan berbagai metode, diantaranya multi-beam echosounderyang dapat mendeteksi tonjolan yang bisa diduga sebagai badan pesawat.
Selain itu, terdapat metode lain yaitu magnetometer guna mendeteksi benda – benda logam, seperti bangkai pesawat dan kotak hitam. Setelah dipastikan dengan dua alat sebelumnya, kemudian digunakan sonar utk menghasilkan gambar dua dimensi atau disebut ultrasonografi (USG), seperti pada pemeriksaan kehamilan.
Selain mewaspadai lumpur di dasar laut tim pencari harus waspada dengan arus permukaan yang kencang yang disebabkan oleh angin dan panas, arus permukaan menjadi kencang walau arus bawahnya tenang. Dengan kondisi arus bawah tenang, pesawat yang jatuh menghujam laut dengan mudah akan tengelam hingga dasar.
Evakuasi korban menjadi prioritas utama. Kini pencarian masih terus dilakukan. Beberapa serpihan pesawat dan pelampung ditemukan di permukaan laut, badan pesawat berada pada kedalaman 30 – 35 meter. Hingga saat ini belum ada korban yang ditemukan. Dengan kedalaman tersebut, sebenarnya masih memungkinan para penyelam profesional melakukan penyelaman meski dengan keterbatasan waktu, hanya beberapa menit saja. Kita berharap dengan mengutamakan keselamatan tim Basarnas dan SAR, dengan memperhatikan kondisi cuaca saat melakukan evakuasi, semoga 189 orang yang menjadi korban dapat dievakuasi segera.
Kedua, terkait dgn jaminan keselamatan penerbangan.Banyak perhatian dipusatkan pada kondisi pesawat Boeing 737 MAX 8 itu, pesawat yang baru berusia sekitar dua bulan. Inilah kecelakaan besar pertama pesawat jenis ini.Rinciannya sampai sejauh ini masih minim dan penyebabnya tidak akan dapat dipastikan sampai ditemukan kotak hitam dan penyelidikan menyeluruh.
Pesawat sering kali jatuh karena berbagai hal – baik teknis maupun akibat kesalahan individu – tetapi apakah kondisi pesawat yang masih sangat baru bisa menjadi penyebab?
Para pengamat penerbangan mengatakan bahwa “pesawat sangat tua biasanya berisiko paling tinggi (mengalami kecelakaan), tetapi pesawat yang masih sangat baru juga membawa risikonya sendiri”.
Ada kecenderungan pesawat baru pada umumnya “tidak dilakukan perawatan karena semuanya masih sangat baru, bukan sebaliknya”.
Daftar cacat Lion Air dalam penerbangan makin bertambah. Hampir setiap tahun mengalami insiden, mulai dari gagal lepas landas, tergelincir, hingga pecah ban, ditambah lagi pada th 2015 Lion pernah diberi sanksi oleh Kementerian Perhubungan karena keterlambatan penerbangan yang mengakibatkan terlantarnya penumpang. Oleh karena itu perlunya KNKT menyelidiki sistem maintenance pesawat Lion Air, agar sesuai dengan Air Safety Regulation nya yang mana natinya hasil penyelidikan tersebut dapat dijadikan bahan referensi untuk perbaikan dunia penerbangan khususnya Lion Air. Apalagi maskapai tersebut merupakan produk lokal yang juga sebagai pelopor penerbangan murah di Indonesia. Tentu dengan mengutamakan keselamatan penerbanagan.
Sangat disayangkan sekali baru-baru ini tersebar video dan foto Hoax yang dihubungkan dengan insiden Lion Air JT 610. Perlu diberikan himbauan agar dunia media, media sosial, dan seluruh masyarakat untuk bekerja sama dan berempati terhadap musibah ini, bukan dengan cara menyebarkan sesuatu yang membuat sedih keluarga korban apalagi beritanya adalah berita Hoax yang tidak berhubungan langsung dengan musibah Lion Air JT610. Hindari Spekulasi dan Hoax, apalagi sampai dikaitkan musibah dengan Kontestasi Politik Nasional.
Oleh karena itu, pemerintah dan Komisi V DPR akan kembali melakukan kajian mendalam terhadap prosedur keselamatan penerbangan. Data atas temuan kecelekanaan JT610 akan menjadi refernsk bagi penyempurnaan regulasi dan SOP keselamatan penerbangan.
Saya Anton Sukartono Suratto bersama keluarga besar Partai Demokrat Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat merasakan kesedihan keluarga korban dan mengucapkan belasungkawa terhadap keluarga korban semoga diberikan keteguhan. (*)