KlikSurabaya -Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan pahlawan dalam konteks kekinian adalah mereka yang menebarkan kemaslahatan dan kebermanfaatan.
Hal ini dikatakan Menag saat mengisi Halaqah Kebangsaan di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya dengan mengusung tema ‘Refleksi Semangat Nilai Kepahlawanan Ulama, Santri dan Pesantren Dalam Era 4.0 Ikhtiar Mensejahterakan Umat’.
Halaqah Kebangsaan ini digelar bersamaan dengan penutupan rangkaian Hari Santri Nasional 2018 dan memperingati Hari Pahlawan di Gedung Amphi Theater, UINSA Surabaya, Jumat (09/10).
“Pahlawan dalam kontek kekinian adalah bagimana kita mampu menebarkan kemaslahatan dan kebermanfaatan bagi lingkungan masing-masing,” ujar Menag Lukman Hakim.
Selain dihadiri ratusan pimpinan pondok pesantren, kepala madrasah aliyah, ulama, para pimpinan perguruan tinggi dan kakankemenag se Jawa Timur, Halaqah Kebangsaan ini juga dihadiri Guru Besar UINSA Surabaya yang juga Sekjen Kemenag periode 2014-2018, Nur Syam.
Menurut Menag, momentum hari santri merupakan bagian yang tidak bisa terpisahkan dari dari resolusi jihad yang kemudian berujung pada 10 November.
“Terima kasih dan apresiasi yang terhingga kepada segenap civitas UINSA Surabaya yang telah memperingati Hari Santri dengan sejumlah rangakain kegiatan yang hari ini akan kita tutup,” kata Menag.
Dikatakan Menag, hidup itu hakekatnya ada dua yaitu bersyukur dan bersabar. Bangsa Indonesia sudah seyogyanya bersyukur atas apa yang telah dilakukan oleh para pendahulu, guru, orang tua, ulama dan tokoh bangsa.
“Para pendahulu telah menanamkan nilai luhur dan benih-benih yang sangat bermanfaat sehingga kehidupan keagamaan bisa kita rasakan seperti sekarang,” kata Menag.
“Saya ingin menyegarkan ingatan kolektif kita bahwa Indonesia adalah sebuah bangsa yang sangat religius. Semua aktivitas masyarakatnya terkait dengan nilai-nilai agama. Persoalannya, kita sebagai kaum santri bagaimana memelihara dan merawatnya karena kita hidup yang secara bersamaan hidup di dunia nyata dan dunia maya,” sambung Menag.
Tantangan kaum santri kedepan lanjut Menag sangatlah komplek dalam menebarkan nilai-nilai agama. Pasalnya ada semacam ketersendatan dalam menanamkan nilai-nilai agama.
Misalnya, mereka yang rajin beribadah dan puasa namun dengan mudah terjebak pada hal-hal atau perbuatan tercela.
“Jadi tidak cukup mempertahankan apa yang dilakukan oleh para pendahulu. Kita harus berkreasi dan berinovasi sesuai kontek tantangan yang dihadapi untuk melahirkan hal-hal inovatif,” ujarnya.
“Yaitu mengantarkan generasi mmuda dan anak cucu kita ke proses beragama untuk sampai pada esensi dan subtansi agama itu sendiri, dengan memanusiakan manusia dan menebarkan rahmat bagi semua tidak hanya manusia melainkan juga alam semesta,” tandas Menag.
Dijelaskan Menag kaum santri memiliki tangungjawab besar karena merekalah yang paling memiliki kompentesi di bidang itu dan memiliki penguasaan terhadap ilmu agama.
Tidak hanya agama dimaknai secara formal dan kelembagaan dari perspektif syariat tapi juga pada hakekat dan esensi.
“Sehingga ditengah kompleksitas kehidupan, agama tidak mudah ditarik, diperalat di manupulasi hingga di ekploistasi oleh para pihak dalam berkompetisi mengaredasikan kepentinganya dengan mengunakan agama,” ujar Menag.
Dalam acara yang dipandu Rektor UINSA Masdar Hilmy, Menag pun mengajak kaum santri untuk memperkuat umat Islam dengan pemahaman yang cukup terkait esensi agama sehingga tidak mudah diperalat. (Les)