Shadow

KLHK Himbau Pengelola Wisata Perhatikan Aspek Lingkungan

Keindaha Geopark Ciletuh dipandang dari ketinggian 300 dpl (foto dok klik)

Klik Jakarta – Kawasan hutan yang elok dengan pemandangan alamnya yang indah telah menarik banyak pihak untuk menjadikannya sebagai lokasi festival berskala nasional maupun internasional. Diperlukan sinergitas agar penyelenggaraan sebuah kegiatan festival tetap menjaga kelestarian alam dan ramah lingkungan. Pesan tersebut disampaikan Kepala Pusat Standarisasi Lingkungan dan Kehutanan Kementerian LHK, Noer Adi Wardojo saat membuka Seminar Sinergitas Pengelolaan Pariwisata Alam Ramah Lingkungan dan Berkelanjutan di Gedung Manggala Wanabakti Jakarta, Rabu (28/11).

“Acara festival Yadnya Kasadha dan Bromo Exotica di kawasan Taman Nasional (TN) Bromo Tengger Semeru dihadiri oleh 30.000 orang wisatawan. Paska kegiatan, aksi kolaborasi bersih sampah berhasil mengangkut sampah berbagai jenis dengan bobot total 4.000 kg. Tentunya hal seperti ini perlu menjadi perhatian dan aksi nyata semua pihak untuk menciptakan pariwisata berkelanjutan benar-benar terwujud,” ujar Noer Adi.

Hasil identifikasi Pusat Standarisasi Lingkungan dan Kehutanan menunjukkan, sekurangnya terdapat 44 festival berskala nasional dan internasional yang telah diselenggarakan di dalam kawasan hutan dalam beberapa tahun terakhir. Selain Yadnya Kasadha dan Bromo Exotica, terdapat juga International Tour de Banyuwangi Itjen di Taman Wisata Alam Kawah Ijen, serta pagelaran musik Jazz to Gunung di beberapa daerah.

Menurut Noer Adi, KLHK bersama komunitas Clean Action Network telah meluncurkan skema Standar X #Goodevent yang merupakan standar baku praktis pelaksanaan festival agar sesuai dengan prinsip ramah lingkungan dan berkelanjutan. Event Cross Country Eco Cycling yaitu bersepeda di Jantung Borneo II pada Festival Danau Sentarum tanggal 28 Oktober 2018 yang lalu merupakan kegiatan pionir yang menerapkan Standar X #Goodevent. “Kita perlu mengapresiasi inisiasi ini dan mendorong penerapannya di festival lain sebagai wujud komitmen terhadap pelaksanaan kegiatan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan,” kata Noer Adi.

Sektor lingkungan hidup dan kehutanan tentunya memberikan dukungan yang penting pada pengembangan pariwisata alam di Indonesia. Permintaan aktivitas ekowisata oleh turis mancanegara maupun domestik di banyak kawasan konservasi terus meningkat setiap tahun. Untuk itu, kegiatan pariwisata alam yang dilakukan di dalam kawasan hutan haruslah tetap mempertahankan estetika dan fungsi alam hutan sebagai regulator siklus kehidupan, media, sumber materal produksi, serta perlindungan terhadap keanekaragaman hayati.

Secara lebih spesifik, pengelolaan pariwisata alam harus memperhatikan asas pemanfaatan jasa lingkungan yang optimal dan berdasarkan daya dukung masing-masing ekosistem. Selain itu, pengelolaan kegiatan wisata alam yang tepat tentunya dapat menjadi sarana untuk meningkatkan kesadaran dan kecintaan masyarakat terhadap alam. Dengan demikian, akan timbul rasa memiliki pada alam sekitar dan diharapkan dapat menular ke gaya hidup masyarakat agar lebih ramah lingkungan.

Dalam The World Economic Forum’s Travel and Tourism Competitiveness Report 2017, Indonesia menempati peringkat ke-42 dari 141 negara untuk indeks daya saing pariwisata. Kekuatan utama sektor pariwisata Indonesia terletak pada pemanfaatan sumber daya alam yang dimiliki (peringkat ke-14). Hal ini tentunya menunjukkan bahwa daya tarik pariwisata di Indonesia terletak pada keindahan dan keelokan alamnya.

Namun demikian, laporan yang sama juga mencatat Indonesia mendapat peringkat yang rendah pada kualitas perlindungan lingkungan (peringkat ke-131), pengolahan air limbah yang tidak memadai (peringkat ke-109), dan rendahnya infrastruktur layanan pariwisata (peringkat ke-96). Ketiganya dapat menjadi faktor risiko utama dalam pembangunan berkelanjutan sektor pariwisata Indonesia ke depannya. “Oleh karena itu, sekaranglah saat yang tepat untuk Indonesia mulai membangun sektor pariwisata sesuai prinsip ramah lingkungan dan berkelanjutan, namun tetap dapat meningkatan kesejahteraan warga negara Indonesia melalui sektor pariwisata,” tegas Noer Adi.

Untuk mendukung tujuan tersebut, dibutuhkan alat monitoring pengelolaan Objek Daya Tarik Wisata Alam untuk kegiatan pariwisata alam yang berada di dalam maupun di luar kawasan hutan. Alat monitoring tersebut dapat dikembangkan dengan mengacu kepada SNI 8013:2014 Pengelolaan Pariwisata Alam yang telah ada selama ini. SNI 8013:2014 juga dapat dimanfaatkan menjadi salah satu kriteria penilaian dalam ISTA (Indonesia Sustainable Tourism Award) untuk Sustainable Tourism Program Kategori D “Pelestarian Lingkungan.” (ald)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *