Klik Jakarta – PT Industri Nasional Kereta Api (INKA) mulai mengirim secara bertahap gerbong kereta pesanan Bangladesh. Indonesia tidak lagi mengandalkan komoditas untuk diekspor.
Geliat industri nasional menunjukkan hasilnya. Beberapa waktu lalu PT Industri Nasional Kereta Api (INKA) memulai pengiriman kereta ke Bangladesh. INKA mendapat kontrak untuk membuat 250 gerbong kereta yang dikirim secara bertahap. Nilai kontraknya USD100,8 juta atau sekitar Rp1,4 triliun rupiah.
Ini menunjukkan komposisi ekspor Indonesia bukan hanya didominasi oleh sektor komoditas. Tetapi kita mulai dipercaya dunia untuk memproduksi permesinan dan barang-barang berteknologi.“Daya saing industri kita sudah diperhitungkan terbukti dengan memenangi tender tetap,” ujar Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto.
Ekspor manufaktur memang lebih menguntungkan dibanding dengan ekspor komoditas. Harga komoditas yang sangat fluktuatif dan hambatan perdagangan yang sering dialami membuat sektor ini bisa mengalami kelesuan ekspor. Sementara itu, sektor manufaktur lebih stabil dengan harga yang bisa memberikan nilai cukup besar. Contohnya, ekspor INKA ini menunjukkan bahwa 73% ekspor kita kini sudah berasal dari industri olahan.
Jika mau diurai komposisi bahan baku lokal dari industri INKA mencakup 65%. Kalau permesinan dihitung sebagai local content, TKDN bisa mencapai 80% ditambah sinergi dengan bahan baku lokal yang sudah tersedia. Struktur industri kereta api diperkuat dengan ketersediaan bahan baku dalam negeri, seperti baja dan stainless steel.
Ekspor kereta produksi PT INKA telah didukung dengan skema National Interest Account dari Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Dengan dukungan tersebut produk berorientasi ekspor tidak akan mengalami hambatan dalam proses produksinya.
Saat ini, PT INKA juga tengah menyelesaikan pesanan dari dalam negeri, yakni 438 kereta LRT Jabotabek pesanan PT KAI, rangkaian kereta untuk Filipina, serta menggarap potensi di Srilanka.
Untuk memenuhi berbagai pesanan tersebut PT INKA mulai melakukan perluasan produksi dengan mengembangkan pabrik di Banyuwangi, Jawa Timur. Produksi pada pabrik ini menggandeng mitra dari Swiss, Stadler Rail Group. Dengan adanya pabrik ini, direncanakan akan diproduksi empat kereta per hari.
INKA telah bekerja sama dengan beberapa perusahaan dunia. Namun, hanya sebatas hubungan sebagai pemasok dan vendor. Tidak ada yang mau ‘transfer of knowledge‘. Hal ini berbeda dengan Stadler Rail yang mau membawa teknologi dan pasarnya ke Banyuwangi.
Dalam produksi nantinya, INKA akan fokus ke pasar Asia, seperti Bangladesh, India, dan Filipina. Selain itu, INKA juga mengincar pasar Afrika. Sedangkan Stadler akan memenuhi pasar kawasan Amerika Latin, Amerika Utara, dan Eropa.
Produk pabrik Banyuwangi ini adalah berbagai jenis kereta, seperti kereta Metro, LRV (Light Rail Vehicles), dan beberapa jenis lainnya. Dengan jumlah tenaga kerja yang terserap 500 hingga 2.000 orang.
PT INKA sendiri telah mengekspor produknya ke berbagai wilayah di dunia. Sebanyak 250 gerbong dipesan Bangladesh, setelah sebelumnya sudah dikirim pula 200 gerbong untuk negara itu. Sebanyak 400 gerbong gereta PT INKA juga sudah dinikmati warga Australia. Ekspor lain dari PT INKA mencakup Negara Thailand, Malaysia, Filipina, Zambia, dan Senegal. Total nilai ekspor PT INKA sejak 1991 mencapai USD52,4 juta.
Saat ini kapasitas terpasang yang dimiliki PT INKA mencapai 800 unit gerbong barang, 120 unit gerbong penumpang, 40 unit KRL, 15 unit lokomotif, dan 300 perangkat roda kereta per tahun. Dengan pengembangan pabrik di Banyuwangi kapasitas itu akan meningkat jauh lebih besar. Tak heran PT INKA diproyeksi akan menjadi salah satu pemain besar dalam industri perkeretaapian dunia.