Klik Jakarta – Wakil Presiden (Wapres) Republik Indonesia Jusuf Kalla menyatakan bahwa dunia perfilman Indonesia telah bangkit. Hal ini ditandai dengan peningkatan jumlah produksi dan penonton film Indonesia di bioskop, serta jumlah film Indonesia berkualitas yang mendapatkan penghargaan.
Disebutkan Wapres, bangkitnya perfilman Indonesia ditandai dengan peningkatan jumlah penonton di bioskop. Jika sebelumnya pada tahun 2016, jumlah penonton film Indonesia mencapai 37 juta per tahun. Namun, pada tahun 2017, jumlah penonton film Indonesia sudah melebihi 41 juta penonton.
“Produksi film juga meningkat, bukan hanya di Jakarta, tetapi di Makassar juga tumbuh industri film sesuai dengan kondisi lokal yang cukup menarik untuk ditonton. Begitu juga film-film yang mendapatkan penghargaan makin banyak, makin baik,” disampaikan oleh Wapres Jusuf Kalla pada peringatan Hari Film Nasional (HFN) ke-69, di Plaza Insan Berprestasi, kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Jakarta, Jumat (29/3/2019).
Wapres menyampaikan bahwa selain memiliki fungsi hiburan, film juga memiliki fungsi pendidikan dan juga bisnis/industri. Untuk itu, Wapres berharap agar semakin banyak insan perfilman yang kompeten sehingga dapat memproduksi film-film berkualitas. Dan pada akhirnya berkontribusi pada terbukanya lapangan pekerjaan, pertumbuhan ekonomi, dan kemajuan bangsa.
“Kalau film berkembang, maka banyak cabang-cabang industri yang berkembang. Baik industri filmnya, industri bioskop layar lebar, industri makanan, berbagai hal terpengaruh,” kata Wapres Jusuf Kalla.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy menyampaikan bahwa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) akan selalu memberikan dorongan kepada para penggiat film untuk terus berkarya menghasilkan film-film yang bernilai tinggi, yang layak ditonton.
“Dorongan tersebut di antaranya berupa program peningkatan kompetensi insan perfilman, fasilitasi produksi, penayangan film, dan penyewaan hak tayang film,” tutur Mendikbud.
Pada kesempatan yang sama, Wapres Jusuf Kalla menyerahkan penghargaan Apresiasi Kesetiaan kepada 10 orang sineas Indonesia yang telah berkarya lebih dari 30 tahun di bidangnya masing-masing. Di antaranya Sudjoko Danoesobroto (Pengamat Film dan Pembina Festival Film Bandung); Ikranegara (Aktor); Aminah Cendrakasih (Artis); Heru Sudjarwo (Penata artistik); Soleh Ruslani (Director of Photography); Ambar Keoserno (Driver Produksi); Etty Sumiati (Dubber); Nana Awaludin; Ramli, dan; Joes Terpase.
Selain itu, diserahkan juga sertifikat kompetensi kepada para sineas Indonesia. Penyerahan sertifikat kompetensi secara simbolis diterima Cesa David Lukmansyah yang mewakili profesi editor dan Redzki mewakili profesi operator kamera.
Kapasitas SDM Perfilman
Saat ini baik Kemendikbud maupun berbagai pihak terkait bersama-sama mempercepat peningkatan kompetensi sumber daya manusia (SDM) perfilman di Indonesia.
“Sekarang sudah berdiri SMK (sekolah menengah kejuruan) khusus perfilman. Sehingga nanti para pelaku bukan belajar secara autodidak, tetapi melalui proses pendidikan. Tentu saja kita harapkan akan menghasilkan SDM yang jauh lebih baik. Otomatis kalau SDM-nya bagus, nanti produk perfilman kita juga akan baik,” tambah Mendikbud.
Kepala Badan Ekonomi Kreatif, Triawan Munaf, menyampaikan bahwa lonjakan produksi film nasional perlu dibarengi dengan penyiapan tenaga terampil perfilman. Bukan hanya mengandalkan tenaga perfilman dengan latar belakang talenta saja, tetapi juga yang melalui proses pendidikan dan pelatihan yang relevan dan meningkatkan keterampilan (skill).
“Apa yang dilakukan Kemendikbud, Bekraf semuanya sejalan, memajukan. Bahkan mempercepat. Bioskop ‘kan jumlahnya tambah banyak. Film yang diproduksi tambah banyak. Kualitas juga, ditandai dengan bertambahnya jumlah penonton kita,” ungkap Triawan .
Triawan juga mengakui bahwa industri film Indonesia memang belum tergolong industri besar. Tetapi, industri film memiliki (multiplayer effect) yang memengaruhi berbagai industri kreatif lain seperti musik, fesyen, kuliner, dan pariwisata.
Muhadjir menambahkan bahwa film juga memberikan dampak positif pada pendidikan di suatu daerah. Setelah kisah Laskar Pelangi diangkat menjadi film, semakin banyak anak-anak Belitung yang terinspirasi dan termotivasi untuk belajar lebih giat untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi. “Gairah belajar terilhami oleh itu. Mereka bangga oleh sosok di film itu. Dan kemudian mereka belajar giat. Sekarang IPM (Indeks Pembangunan Manusia) dan capaian ujian nasionalnya termasuk yang bagus,” ungkapnya.
Maka itu, Mendikbud berharap semakin banyak sineas Indonesia memproduksi film yang baik agar menginspirasi generasi muda Indonesia. Kepada anak-anak muda, Muhadjir mengajak agar tidak perlu khawatir terjun ke industri perfilman karena memiliki prospek di masa depan yang baik. “Dunia perfilman sangat menjanjikan bagi anak-anak muda yang kreatif, yang mampu menerobos kebuntuan. Di sinilah tempat Anda bisa berkarya,” kata Muhadjir.
Perayaan HFN
Perayaan Hari Film Nasional 2019 dimulai sejak awal Maret. Terdapat 272 kegiatan perayaan HFN di seluruh pelosok tanah air, yang dilaksanakan bersama-sama dengan insan perfilman dan masyarakat.
“Memperingati Hari Film Nasional berarti tentang mengenang sejarah, peradaban, kemajuan bangsa, ketahanan budaya, serta merayakan kebebasan berkreasi. Bangsa yang berbudaya adalah bangsa yang menghargai sejarahnya,” tutur Mendikbud.
Sejarah mencatat tanggal 30 Maret 1950 merupakan hari pertama pengambilan gambar atau syuting film “Darah dan Doa” yang diproduksi secara mandiri oleh PERFINI. Sutradara H. Usmar Ismail didukung kru film yang sepenuhnya adalah orang Indonesia. Sebagaimana tertuang dalam Surat Keputusan Presiden Nomor 25 tahun 1999, maka tanggal 30 Maret ditetapkan sebagai Hari Film Nasional.
“Mari jadikan film Indonesia sebagai pilihan pertama untuk ditonton di bioskop. Film Indonesia keren!” ujar Muhadjir