Shadow

Tb. Soenmandjaja: Ayo Implementasikan 4 Pilar MPR RI dalam Bermasyarakat

Sosialisasi Empat Pilar Majelis Perwakilan Rakyat (MPR) RI kembali digelar Tb Soenmandjaja. Kali ini, sosialisasi dilakukan oleh Anggota DPR/MPR RI tersebut di kalangan pemuda dan beberapa tokoh masyarakat dari Kecamatan Jonggol, Kabupaten Bogor pada Selasa (22/01) yang lalu.
Acara yang digelar di aula kantor desa Singajaya, Kecamatan Jonggol itu tak kurang dihadiri
oleh 150 peserta.

Kepada para peserta acara Sosialisasi Kang Soenman –demikian biasa dia disapa– mengatakan bahwa Empat Pilar MPR itu yakni Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesa Tahum 1945
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan Bhinneka Tunggal Ika. “Keempat Pilar MPR tersebut harusnya bukan hanya dihafal dan dijadikan sebagai pengetahuan semata, tetapi harus dimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari,” Kata Soenmandjaja
di sela-sela acara.
“Porsi terbesar implementasi itu tentunya ada di kaum
muda atau generasi muda, kalau kita tidak bisa lagi menghargai kesatuan dan menghormati perbedaan, hancurlah bangsa ini,” ujar Soenman yang sudah menjadi anggota parlemen itu sejak 1999 Zaman Reformasi itu.

Bahkan Kang Suman mengatakan justru saya ada di dunia ini karena orang tua saya “berbeda”, apa yang terjadi kalau kedua orang tua saya “sama?”. “Tentu saya, dan bahkan kalian semua juga tidak
ada akan pernah di dunia,” kata Soenman disambut gelak tawa para hadirin.

Soenman kemudian memberi contoh, misalnya Pancasila. Pancasila adalah sebuah anugerah terbesar bagi Bangsa Indonesai. Pancasila bisa mengeratkan antar sesama di Indonesia. “Ia juga menjadi pemersatu antarsuku dan bangsa di Tanah Air ini,” jelas Soenman.

Masih menurut Soenmandjaja, Pancasila itu adalah sebuah kekayaan yang tak ternilai bagi bangsa ini. Bahkan semua agama yang diakui di Indonesai bisa “berkumpul” dengan damai di bawah naungan Pancasila. Berbagai Bahasa Daerah, ragam kebudayaan, ragam kesenian dan adat istiadat bersatu dalam Pancasila.

Persatuan Indonesia. “Lihat negara-negara Arab yang berbahasa satu, sama-sama berbahasa Arab, kita melihat hidup mereka kurang rukun, bahkan sering terjadi perang saudara, misalnya Iran-Irak, dan perang saudara
di Suriah. pungkasnya. “Sementara di negara kita, bukan cuma sekadar bahasa yang berbeda, tapi
agama pun banyak yang berbeda, tapi lihatlah mereka kokoh ada di bawah naungan Bhinneka Tunggal
Ika. Bahkan Sumpah Pemuda yang dideklarasikan jauh sebelum Indonesia merdeka sudah mampu mengikat bangsa Indonesia dalam Berbangsa yang Satu Bangsa Indonesa, Bertanah Air Satu Tanah
Air Indonesia, dan menjunjung Bahasa Persatuan Bahasa Indonesia. Luar Biasa para pemuda itu, Papar lelaki yang bertempat tinggal di Kampung Salabenda Kecamatan Kemang itu.

Tb. Soenmandjaja kemudian melanjutkan, nilai Pancasila sejalan dengan nilai agama apa pun, terutama Islam. Tidak ada satupun sila-sila dalam Pancasila yang bertentangan dengan ajaran Islam. Karena itu, diharapkan masyarakat tidak menilai orang Islam yang taat menjalankan ibadahnya sebagai orang yang radikal. Sebagai wujud Bhinneka Tunggal Ika, penganut agama apa pun harus saling menghormati satu sama lain dan semua penganut agama, agama apapun, harus taat kepada agamanya. “Itulah realisasi ke-Pancasila-an kita. Itulah cara membumikan Pancasila,” ujar lelaki lulusan FH Universitas Ibnu Khaldun Bogor itu.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah ruh dari Negara Hukum kita. Ia juga menjadi ruh dari semua peraturan perundang- undangan di Indonesia. Dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan dinyatakan dalam Bab II pasal 7 ayat (1) bahwa hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia yang pertama adalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesai Tahun 1945, kemudian TAP MPR RI, barulah setelah itu Undang-undang atau Perppu dan seterusnya.

Dengan demikian kata Soenman, Bagaimanakah
kita bisa mengimplementasikan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Empat Pilar MPR? Tentu saja segala sesuatu itu sudah ada porsinya, mana yang menjadi domain pemerintah, mana yang menjadi kewajiban aparat hukum, dan mana yang menjadi kewajiban rakyat. Dia menambahkan bahwa implementasi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
lebih kepada domain dan tanggung jawab MPR RI, pemerintah sebagai penyelenggara negara, aparatur sipil negara, aparat militer, dan lembaga hukum. Karena merekalah penentu kebijakan atas negara ini. Dan sebagai tambahan, mereka pulalah, terutama MPR RI, sebagaimana amanat Undang-Undang Dasar, yang bisa mengajukan perubahan atas Undang-Undang Dasar negara kita atau lebih popular kita sebut
sebagai amandemen.

Selanjutnya, keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia atau NKRI menjadi tanggung jawab bersama. Hal ini sesuai dengan amanat Undang Undang Dasar NRI Tahun 1945 Bab XII Pasal 30 ayat
(1) yang memberikan jaminan kepada seluruh rakyat Indonesai dalam hal pertahanan-keamanan dan pembelaan negara. “Bahkan siapa yang mencintai NKRI tentunya akan menjaminkan dirinya untuk keselamatan dan keutuhan NKRI,” papar Soenman.

Pilar keempat MPR RI adalah Bhinneka Tunggal Ika. Istilah ini sudah dikenal sejak Zaman Mpu Tantular sebagai penggubah Kakawin Sutasoma. Di mana
inti dari ajaran dalam Sutasoma itu adalah toleransi dalam kehidupan beragama di Indonesia. Walaupun kata Soenman jauh sebelum itu Rasulullah sudah mengajarkan kepada umat manusia untuk saling menghargai dan mencintai dengan sesama dalam bentuk Ukhuwah Islamiyah. Bahkan lanjut Soenman, dengan tegas Al-Quran menyatakan, “Tidak ada paksaan dalam beragama.” (surat al-Baqarah ayat 256) dan “Bagimu agamamu, bagiku agamaku.” (Surat al-Kafirun ayat 6). Demikian papar Soenman sebelum menutup pembicaraannya. (HF)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *